Taman Hutan Raya Pancoran
Mas atau juga dikenal sebagai Tahura Depok adalah sebuah taman hutan raya yang terletak
di Kelurahan Pancoran Mas,
Kecamatan Pancoran Mas,
Kota Depok, Jawa Barat. Tahura yang
ditetapkan pada tahun 1999 ini semula adalah salah satu cagar alam yang tertua di Indonesia. Didirikan untuk
melindungi hutan hujan
tropika dataran rendah yang kaya jenis, kini Tahura Depok dikelola
oleh Pemerintah Kota Depok.
Sejarah
Tahura Depok semula dikenal sebagai Cagar Alam Pancoran Mas. Sebelum menjadi cagar alam, hutan ini adalah bagian dari tanah partikelir yang luas milik Cornelis Chastelein, yang diperolehnya pada sekitar akhir abad ke-17. Tanah itu kemudian dikelola sebagai lahan perkebunan dengan bantuan budak-budaknya yang berasal dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Ketika ia meninggal dunia di tahun 1714, Chastelein mewariskan seluruh lahannya di wilayah Depok itu kepada dua belas marga budak-budaknya, kecuali sepetak lahan berhutan yang indah dan alami di tengah-tengahnya. Dalam wasiatnya bertanggal 13 Maret 1714 dituliskan bahwa lahan hutan tersebut tidak boleh dipindahtangankan dan harus dikelola sebagai cagar alam (Bld.: natuurreservaat) karena keindahan alaminya yang tidak tergantikan.
Tahura Depok semula dikenal sebagai Cagar Alam Pancoran Mas. Sebelum menjadi cagar alam, hutan ini adalah bagian dari tanah partikelir yang luas milik Cornelis Chastelein, yang diperolehnya pada sekitar akhir abad ke-17. Tanah itu kemudian dikelola sebagai lahan perkebunan dengan bantuan budak-budaknya yang berasal dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Ketika ia meninggal dunia di tahun 1714, Chastelein mewariskan seluruh lahannya di wilayah Depok itu kepada dua belas marga budak-budaknya, kecuali sepetak lahan berhutan yang indah dan alami di tengah-tengahnya. Dalam wasiatnya bertanggal 13 Maret 1714 dituliskan bahwa lahan hutan tersebut tidak boleh dipindahtangankan dan harus dikelola sebagai cagar alam (Bld.: natuurreservaat) karena keindahan alaminya yang tidak tergantikan.
Berselang dua abad, pada
tanggal 31 Maret 1913 cagar tersebut diserahkan kepada Pemerintah Hindia
Belanda, untuk kemudian dikelola oleh Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia
Belanda (Nederlandsch-Indische Vereeniging tot Natuurbescherming). Kawasan ini
lalu dikukuhkan sebagai Natuurreservaat berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal
Hindia-Belanda No.7 tanggal 13 Mei 1926, dan --bersama dengan Cagar Alam
Cibodas-Gede (sekarang bagian dari Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango)-- menjadi cagar alam yang
pertama-tama didirikan di Indonesia.
Perkembangan wilayah yang pesat di sekitar Jabodetabek tidak menguntungkan bagi kelestarian kawasan hutan, termasuk pula bagi CA Pancoran Mas. Wilayah hutan cagar alam ini berangsur-angsur mengalami penyempitan dan kerusakan lingkungan akibat pertumbuhan permukiman dan perkotaan di sekitarnya. Kekayaan keanekaragaman hayati yang menjadi mahkotanya, kini telah jauh berkurang, sehingga dinilai tidak layak lagi untuk dipertahankan sebagai kawasan cagar alam. Pada 1999, melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.276/KPTS-II/1999, cagar alam ini diubah statusnya menjadi tahura dengan nama Taman Hutan Raya Pancoran Mas seluas 6 ha.[2]
Flora fauna
Kekayaan utama cagar alam
ini semula adalah hutan dataran
rendah Pulau Jawa bagian barat. Pepohonan yang rindang dan menjulang
tinggi, merupakan habitat yang nyaman bagi berbagai jenis burung. Sementara semak
belukarnya menjadi habitat bermacam jenis serangga, berbagai hewan
seperti harimau jawa,
monyet kra, kancil, kijang muncak, rusa jawa, kelinci hutan,
dan lain-lain. Akan tetapi sekarang sebagian besar jenis hewan itu telah
lenyap; tinggal beberapa lagi yang masih bertahan seperti monyet, biawak, dan ular, serta jenis-jenis
burung belukar.
Meskipun demikian,
penelitian yang dilakukan pada 2011 masih mendapatkan sejumlah 83 spesies dari 43 familia tumbuhan, di
antaranya 27 jenis pohon,
30 jenis tumbuhan bawah, dan 4 jenis liana. Indeks Nilai
Penting (INP) tertinggi jenis-jenis pohon tercatat untuk jenis benda Artocarpus elastica
(56,52%), tutup awu
Macaranga rhizinoides (48,86%), dan drowak
Grewia acuminata (31,52%). Sementara tumbuhan bawah didominasi oleh gembili Dioscorea aculeata
(19,43%) dan liana didominasi oleh menyiritan
Spatholobus littoralis (93.54%)[1].
Jenis lain yang juga tercatat, di antaranya, waru (Hibiscus tiliaceus),
kopo (Eugenia cymosa), laban (Vitex pubescens), kapok randu (Ceiba
pentandra), nangka
(Artocarpus heterophyllus) dan rengas tembaga (Gluta
renghas).
Salah satu aset
keanekaragaman hayati yang dimiliki Kota Depok dan merupakan kebanggaan
masyarakat Depok adalah Cagar Alam atau Taman Hutan Raya (Tahura) Pancoran Mas
seluas 7 ha yang kini tengah diupayakan untuk dimiliki dan dikelola sepenuhnya
oleh Pemerintah Kota Depok. Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 pula, Tahura
Pancoran Mas diserahkan sepenuhnya oleh Pemerintah Derah Tingkat I Jawa Barat kepada
Pemerintah Kota Depok untuk dikelola dan dimanfaatkan sesuai dengan azas-azas
konservasi yang berlaku.
Tahura Pancoran Mas Depok
merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang ada di Indonesia yang
berfungsi sebagai kawasan konservasi flora dan fauna yang terdapat di dalamnya.
Kawasan tersebut berfungsi pula sebagai kawasan penyangga bagi daerah
sekitarnya. Seperti halnya kawasan konservasi lainnya, tahura pun dapat
dimanfaatan sebagai tempat menyimpan koleksi tumbuhan asli dan atau bukan asli,
pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan latihan, budaya, pariwisata dan
rekreasi. Sehubungan dengan upaya optimalisasi fungsi, pada akhir 2008,
Pemerintah Kota Depok telah mengadakan gerakan penanaman sebanyak 43 jenis
tanaman di tahura Pancoran Mas. Diharapkan dengan adanya penambahan koleksi
tanaman ini, selain sebagai kawasan hijau, Tahura Pancoran Mas dapat pula
membantu dalam upaya konservasi berbagai macam tanaman langka dan dilindungi.
Taman Hutan Raya Pancoran Mas juga merupakan bagian dari ruang terbuka hijau (RTH) yang lebih dikenal dengan nama hutan kota yang berfungsi meminimalisasi pencemaran udara yang berlebihan, peningkatan suhu, keterbatasan air bersih, terganggunya siklus hidrologi dan lain sebagainya, yang timbul sebagai konsekuensi dari pembangunan dan kemajuan teknologi.
Taman Hutan Raya Pancoran Mas juga merupakan bagian dari ruang terbuka hijau (RTH) yang lebih dikenal dengan nama hutan kota yang berfungsi meminimalisasi pencemaran udara yang berlebihan, peningkatan suhu, keterbatasan air bersih, terganggunya siklus hidrologi dan lain sebagainya, yang timbul sebagai konsekuensi dari pembangunan dan kemajuan teknologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar