Kawasan
Taman Hutan Raya (Tahura) Gunung Kunci dan Gunung Palasari berada ditengah Kota
Sumedang, tepatnya di Kelurahan Kota kulon dan Pasanggrahan kecamatan Sumedang
Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini sangat strategis
dan penting nilainya bagi kehidupan masyarakat di sekitar Kota Sumedang.
Menjangkau
kawasan ini sangatlah mudah, karena berada tepat di pinggir jalan Bandung –
Cirebon. Pengunjung dapat turun langsung menuju lokasi Tahura.
Posisi Tahura ini berada antara 655’ – 725’ LS dan 10745’-10811’ BT dengan ketinggian berkisar 485 – 665 mdpl, dengan luas Gunung Kunci 3,67 Ha dan Gunung Palasari 31,22 Ha, sehingga luas total mencapai 34,89 Ha.
Kini, pengelolaan Tahura Gunung Kunci dan Gunung Palasari dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan nomor 107/Kpts-II/2003 tanggal 24 Maret 2003 tentang Penyelenggaraan Tugas Pembantuan Pengelolaan Taman Hutan Raya oleh Gubernur dan Buapati/Walikota.
Kemudian, Pemkab Sumedang mengambil kebijakan untuk membangun dan mengembangkan kawasan Taman Hutan Raya menjadi suatu kawasan yang berfungsi sebagai konservasi, edukasi, rekreasi dan preservasi. Pemkab Sumedang membentuk lembaga pengelola Tahura berupa UPTD Pengelolaan Tahura Gn. Kunci dan Gn. Palasari. Namun pengelolaannya secara menyeluruh oleh Pemkab Sumedang baru terselenggara sejak tahun 2011
Sudah sejak lama Gunung
Kunci dijadikan objek wisata alam yang dikelola oleh Perum Perhutani. Sejak
tahun 2004, Menteri Kehutanan menerbitkan keputusan yang menjadikan kawasan
Gunung Kunci seluas 3,67 hektar sebagai Taman Hutan Raya (Tahura) bersama-sama
dengan kawasan Gunung Palasari yang luasnya 31,22 hektar. Letak kedua tempat
tersebut berdampingan, dipisahkan oleh jalan raya. Setelah ditetapkan sebagai
Tahura, pengelolaannya dialihkan dari Perum Perhutani ke Pemerintah Kabupaten
Sumedang.
Pada gerbang masuk tidak terdapat
papan nama yang menunjukkan tempat ini Gunung Kunci. Di atas pintu gerbang
hanya tertulis “Wilujeng Sumping”, sapaan bahasa Sunda yang artinya “Selamat
Datang”.
Satu-satunya petunjuk yang
menyatakan nama tempat adalah sebuah prasasti yang tidak terpasang, tergeletak
begitu saja di sisi pos penjagaan tiket masuk. Dalam prasasti itu tertulis
“Taman Hutan Raya Inten Dewata, Gunung Kunci dan Gunung Palasari”. Prasasti itu
ditandatangani oleh Bupati Sumedang tahun 2006. Entah mengapa tidak dipasang,
mungkin sedang dalam renovasi :p
Goa Gunung Kunci
Goa Gunung
Kunci adalah goa belanda yang terletak di puncak bukit. Untuk sampai di sana
pengunjung harus mendaki terlebih dahulu. Terdapat jalan setapak berupa anak
tangga yang dikuatkan dengan batuan dan beton. Jalan setapak cukup bersih dan
tertata, serta nyaman untuk didaki. Hanya saja tidak ada fasilitas bagi
pengguna kursi roda. Bagi keluarga yang membawa kereta dorong bayi jangan harap
bisa membawanya sampai ke atas.
Di tengah jalur pendakian, jalan setapak tersebut terbagi. Satu merupakan
jalur untuk mengelilingi lereng bukit, satu lagi jalur menuju puncak bukit ke
arah sebuah benteng tua yang dibangun oleh pemerintah kolonial.
Di ujung pendakian, terdapat mulut goa menyerupai sebuah gerbang. Di bagian atas pintu goa terpampang simbol berupa dua buah kunci menyilang.
Di bagian atas dan bawah
simbol terdapat tulisan “Pandjoenan” dan “G. Kuntji” serta titi mangsa “1917”.
Tulisan Pandjoenan merujuk pada nama tempat, sedangkan titi mangsa pastilah
terkait dengan awal berdirinya goa.
Goa tersebut merupakan
pintu utama untuk memasuki kompleks bangunan lainnya. Sayang, suasananya gelap
gulita sehingga saya tidak bisa menikmati detail interiornya. Lebih-lebih
kondisinya lembab dan basah.
Beberapa meter dari mulut
goa, terdapat anak tangga menanjak yang cukup curam. Untuk sampai ke ujung lain
goa, kita harus mendaki anak tangga tersebut. Dalam kondisi gelap gulita, basah
dan licin, menurut saya goa ini tidak terlalu aman untuk dimasuki.
Sesampai di ujung goa,
terdapat reruntuhan bangunan. Reruntuhan ini sebenarnya bangunan utama goa
Gunung Kunci. Terdiri dari ruang-ruang berdinding tebal. Goa utama terletak di
puncak, tersembunyi di bawah rimbunnya hutan pinus.
Bangunan utama berbentuk
benteng pertahanan, dibuat mengitari puncak bukit. Benteng ini berbentuk
lonjong seperti kapal boat. Di dalam benteng masih terdapat lorong-lorong kecil
yang menghubungkan satu sisi benteng dengan lainnya. Meskipun sudah hancur di
sana-sini goa Gunung Kunci masih terlihat kokoh berdiri.
Fasilitas lain
Selain menikmati goa Gunung
Kunci, di tempat ini juga disediakan arena bermain dan bersantai. Sayangnya
arena bermain tidak terawat baik. Ayunan dan jungkat-jungkit yang disediakan
pengelola tidak bisa dipakai lagi. Hanya permainan tangga panjat saja yang
masih bisa dipakai dan terlihat dikerumuni sekelompok anak-anak.
Bagi orang dewasa terdapat
canopy trail. Fasilitas ini masih baru dan berfungsi baik. Saya melihat
sekelompok anak baru gede sedang menguji nyali. Bergelantungan pada seutas
tambang dan jembatan dari kayu.
Di area bermain ini
terdapat juga beberapa gazebo dan meja-meja taman untuk rehat. Meski kondisinya
sudah memprihatinkan, masih dibilang layak untuk dipakai. Tahura Gunung Kunci buka
setiap hari mulai pukul 08.00-17.00 WIB.
Sekilas sejarah Gunung Kunci
Menurut keterangan resmi,
benteng Gunung Kunci dibangun pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van
Limburg Stirum. Pembangunan berlangsung dari tahun 1914 hingga 1917, dan
diresmikan pada tahun 1918.
Secara keseluruhan, benteng
ini memiliki luas 2600 meter persegi. Di dalam benteng terdapat goa atau
bunker-bunker seluas 450 meter persegi. Benteng tersebut terbagi dalam
tiga bagian, lantai 1 diperuntukkan bagi ruang prajurit, lantai 2 ruang
perwira, dan lantai 3 sebagai benteng pengawas atau pertahanan.
Goa Gunung Kunci sebenarnya
bukan satu-satunya benteng pertahanan yang dibuat Belanda di Sumedang.
Setidaknya Belanda membuat 4 benteng pertahanan yang mengelilingi Sumedang,
yakni di Pasir Bilik, Gunung Gadung, Gunung Palasari dan Gunung Kunci. Dari ke
empat benteng tersebut, Gunung Kunci merupakan salah satu benteng yang masih
terlihat utuh.
Konon, Belanda membangun
benteng pertahanan untuk mengawasi kegiatan pemerintahan pribumi. Terlihat dari
posisi benteng Gunung Kunci yang langsung menghadap ke arah alun-alun Sumedang
sebagai jantung pemerintahan kala itu. Jaraknya tak lebih dari 1 km, masih
dalam jangkauan jarak tembak meriam.
Dalam catatan sejarah,
benteng Gunung Kunci disebut Pandjoenan. Namun masyarakat sekitar mengenalnya
sebagai Gunung Kunci. Mungkin merujuk pada simbol kunci dan tulisan G. Kuntji
pada muka goa.
Di masyarakat Sumedang
beredar beberapa versi tentang pembangunan Gunung Kunci. Salah satu versi
menyebutkan tempat ini sebenarnya bukanlah sebuah bukit. Melainkan benteng
pertahanan yang dikamuflasekan menjadi bukit. Dimana bangunan benteng yang
berdiri kokoh ditimbun dengan tanah. Di atas tanah tersebut ditanam pohon pinus
sehingga orang mengira benteng pertahanan tersebut adalah sebuah bukit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar